Ivan
New Member
Posts: 3
|
Post by Ivan on Sept 10, 2015 8:31:00 GMT 7
Saya tergelitik dengan tema khotbah di kebaktian guru Senin lalu.
Pembicara membahas tentang ayat di Mazmur yang ada " seperti rusa rindu...". Apa yang menggelitik saya adalah pendekatan yang dilakukan pembicara sebagai tema khotbahnya. Ia mereduksi ayat tersebut hingga menjadi sebuah manual singkat tentang "Bagaimana Memiliki Kehausan".
Sejak kapan kita lupa bagaimana menjadi haus? Sejak kapan kehausan menjadi sesuatu yang diinginkan? Mengapa logika "kehausan adalah sesuatu yang diinginkan" menjadi logika yang 'sah' di kalangan pendengar khotbah waktu itu? Apa ekses-ekses yang mungkin terjadi dari sikap penerimaan ini?
|
|
|
Post by prasasti83 on Sept 10, 2015 8:50:12 GMT 7
Kalau Sir Ivan bagaimana memahami ayat itu?
Benar juga ya, 'kehausan' harusnya diganti dengan 'kelegaan' bukan begitu ya? hehe
|
|
|
Post by dnature on Sept 10, 2015 8:50:45 GMT 7
Sejatinya, haus itu adalah respon fisiologis dari berkurangnya kadar air dalam tubuh akibat sesuatu hal seperti berkeringat. Saat kita tidak beraktivitas sehingga berkeringat atau terus berada di dalam ruang yang nyaman, maka kehilangan air melalui keringat tidak akan terjadi. Sistem pengontrolan haus tidak terpicu dan respon mencari air tidak terjadi.
Kelihatannya kehausan bukanlah hal yang manipulatif, tidak diusahakan, tidak diupayakan.
Jika manusia tidak haus akan Allah, mungkin manusia itu sedang tidur atau sedang menikmati kenyamanan................
In Excelsis Deo!
|
|
Ivan
New Member
Posts: 3
|
Post by Ivan on Sept 10, 2015 9:30:52 GMT 7
Kalau Sir Ivan bagaimana memahami ayat itu? Benar juga ya, 'kehausan' harusnya diganti dengan 'kelegaan' bukan begitu ya? hehe Saya pikir kita perlu membaca perikop ayat tersebut secara lengkap. Setelah saya melakukannya, saya menyimpulkan bahwa penulis mazmur sudah dalam kondisi haus, bukan sedang mencari kehausan. Yang ia capai adalah kesadaran akan rasa hausnya itu dan keyakinan bahwa kehausannya hanya dapat dilegakan oleh Allah. Apabila kita diminta untuk "mengingini kehausan" maka sebenarnya kita sedang diminta untuk mengamini bahwa kita tidak haus. Dan itu berarti mengalihkan realita keberadaan spiritual kita. Efeknya, kita menjadi semakin jauh dari diri kita sendiri.
|
|