Antara Sekolah dan Workshop Bonsai
Sept 12, 2015 23:46:15 GMT 7
Post by Ivan on Sept 12, 2015 23:46:15 GMT 7
Jalan-jalan di sebuah mal, saya melihat pohon beringin berbentuk bonsai. Saya terngiang pohon beringin di Nusakambangan: gedhe, serem, agung, adem. Trus lihat lagi bonsai ini... Walah mirisnya! Kecil, di dalam pot dan di jual. Saya membayangkan suatu hari ada orang datang dan membeli bonsai ini dengan uangnya. Lalu ditaruhnya bonsai itu di dalam rumah beton, di ruang tamu, sebagai penanda status sosial atau sekedar untuk dinikmati keindahannya.
Bonsai itu seni rekayasa alam yang menghasilkan sebuah karya seturut selera manusia. Apa yang tadinya seturut selera Allah diubah, dengan teknik dan metode khusus, hingga menjadi seturut selera manusia.
Sekolah. Apakah ia berbeda dengan sebuah workshop tempat bonsai? "Bibit-bibit" (baca: murid) ditaruh di dalam "pot", diberi "pembatas" supaya tumbuhnya "tertib" sesuai kehendak "pembiaknya". Habis itu "dipajang". Lalu datang orang dengan uang yang membelinya untuk dijadikan "penanda status" atau "sekedar dinikmati".
Bedanya adalah di workshop bonsai, si pembiak tidak perlu repot menghadapi dinamika jiwa si bonsai (bonsai kan cuma tanaman. Ia tak berjiwa...). Sementara, di sekolah, perlu ada suatu sesi, di antara sesi-sesi pembonsaian (baca: pelajaran), yang bertujuan untuk menjaga dinamika jiwa supaya tidak berontak, tidak ngedrop, tidak kosong. Di sekolah, para "bonsai" dijaga dan dibina baik-baik sampai mereka bisa menerima fitrah ke-bonsai-an mereka dengan gembira.
Ini dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan memberikan angka (baca: nilai). Sejak muda, para "bonsai" didorong untuk bergembira dengan angka 70 ke atas dan bersedih bila kurang dari itu. Jangan tanya apa arti angka-angka itu. Anda akan membuat para "bonsai" ini kebingungan!
Bonsai itu seni rekayasa alam yang menghasilkan sebuah karya seturut selera manusia. Apa yang tadinya seturut selera Allah diubah, dengan teknik dan metode khusus, hingga menjadi seturut selera manusia.
Sekolah. Apakah ia berbeda dengan sebuah workshop tempat bonsai? "Bibit-bibit" (baca: murid) ditaruh di dalam "pot", diberi "pembatas" supaya tumbuhnya "tertib" sesuai kehendak "pembiaknya". Habis itu "dipajang". Lalu datang orang dengan uang yang membelinya untuk dijadikan "penanda status" atau "sekedar dinikmati".
Bedanya adalah di workshop bonsai, si pembiak tidak perlu repot menghadapi dinamika jiwa si bonsai (bonsai kan cuma tanaman. Ia tak berjiwa...). Sementara, di sekolah, perlu ada suatu sesi, di antara sesi-sesi pembonsaian (baca: pelajaran), yang bertujuan untuk menjaga dinamika jiwa supaya tidak berontak, tidak ngedrop, tidak kosong. Di sekolah, para "bonsai" dijaga dan dibina baik-baik sampai mereka bisa menerima fitrah ke-bonsai-an mereka dengan gembira.
Ini dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan memberikan angka (baca: nilai). Sejak muda, para "bonsai" didorong untuk bergembira dengan angka 70 ke atas dan bersedih bila kurang dari itu. Jangan tanya apa arti angka-angka itu. Anda akan membuat para "bonsai" ini kebingungan!